A.
Pengertian
Perluasan infeksi nifas yang paling
sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran
darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis
(YBP-SP, 2002).
Tromboflebitis adalah suatu
peradangan pada vena. Istilah trombosis vena lebih sering diartikan sebagai
suatu keadaan penggumpalan darah yang terbentuk di dalam pembuluh darah,
sedangkan tromboflebitis diartikan sebagai inflamasi yang menyertai terhadap
adanya suatu penjendalan. Plebotrombosis adalah trombus yang merupakan faktor
yang mempermudah terjadinya inflamasi (DepKes RI, 1990).
Tomboflebitis merupakan inflamasi
permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis
cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan
darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian
bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan persalinan;
dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan
darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
B.
Klasifikasi
1.
Pelviotromboflebitis/
tromboflebitis pelvis
Pelviotromboflebitis
mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika,
vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling terkena ialah vena ovarika
dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atasa uterus;
proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah
ke vena renalis, sedang perluasan dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava
inferior. Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi
dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis. Perluasan
infeksi dari vena uterina ialah ke vena iliaka komunis.
Penilaian
klinik:
a. Nyeri,
yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul
pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b. Penderita
tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
1) Menggigil
berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan
interval hanya beberapa jam saja kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita
hampir tidak panas.
2) Suhu
badan naik turun secara tajam (36°C menjadi 40°C), yang diikuti dengan
penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
3) Penyakit
dapat berlangsung selama 1-3 bulan.
4) Cenderung
terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama keparu-paru.
c. Gambaran
darah:
1) Terdapat
leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera
terjadi leukopenia).
2) Untuk
membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil.
Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat
sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
3) Pada
periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak
terkena ialah vena ovarika, yang sukar dicapai pada pemeriksaan dalam.
Komplikasi
a. Komplikasi
pada paru-paru: infark, abses, pneumonia.
b. Komplikasi
pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan
hematuria.
c. Komplikasi
pada persendian, mata dan jaringan subkutan.
Penanganan
a. Rawat inap
Penderita tirah baring
untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonum.
b. Terapi medik
Pemberian antibiotika
dan heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum.
c. Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior
dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai
paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.
2.
Tromboflebitis
femoralis (flegmasia alba dolens)
Tromboflebitis
femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena
poplitea, dan vena safena.
Penilaian
klinik:
a. Keadaan
umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak
naik kira-kira pada hari ke 10-20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri
sekali.
b. Pada
salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memeberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
1) Kaki
sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih
panas dibanding dengan kaki lainnya.
2) Seluruh
bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian
atas.
3) Nyeri
hebat pada lipat paha dan daerah paha.
4) Reflektorik
akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih,
nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun.
5) Edema
kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada
paha bagian atas, tetapi sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan
kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
6) Nyeri
pada betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan
meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).
Penanganan
a. Perawatan.
Kaki
ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada kaki. Setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang
yang elastik selama mungkin.
b. Mengingat
kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
c. Terapi
medik: pemberian antibiotika dan analgetika.
C.
Etiologi
1. Perluasan
infeksi endometrium
2. Mempunyai
varises pada vena
3. Obesitas
4. Pernah
mengalami tramboflebitis
5. Berusia
30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu
yang lama
6. Memiliki
insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. (Adele
Pillitteri, 2007)
D.
Patofisiologi
Formasi trombus merupakan akibat
dari statis vena, gangguan koagulabilitas darah atau kerusakan pembuluh maupun
endotelial.
Stattis vena lazim dialami oleh
orang-orang imobil maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot
yang tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi
pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk,
berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil.
Hiperkoagulabilitas darah yang
menyertai trauma, kelahiran dan myocardial infret juga mempermudah terjadinya
trombosis. Infus intravena, kanulasi atau beberapa penyakit misalnya penyakit
buerger juga dapat menyokong trombus.
E.
Pengkajian
Perlu mengkaji terhadap masalah yang
mungkin timbul akibat statis vena terutama pada klien sehabis pembedahan atau
dalam keadaan imobil. Tanda-tanda dan symptom tergantung pada lokasi vena yang
terkena. Tromboflebitis pada vena superfisial ditandai dengan vena yang
kemerah-merahan, panas, nyeri tekan, dan serba keras. Biasanya disertai dengan
demam. Tromboflebitis pada vena yang lebih dalam pada kaki ditandai dengan
oedema, bengkak, nyeri, kemerah-merahan dan panas. Diagnosa ditegakkan
bedasarkan tanda/riwayat klinis, venografi, ultrasound, Doppler flow study,
atau pletimografi.
F.
Perencanaan
dan pelaksanaan
Rencana dikembangkan untuk mencegah
pembentukan trombus, perawat dan klien membuat rencana pada waktu preoperasi
untuk mencegah gangguan akibat statis dan imobilitas. Ini meliputi latihan
aktif dan pasif, pemakaian stocking, ambulasi secara dini jika memungkinkan.
Dalam hal ini, lutut dicegah supaya tidak menekuk.
Pembentukan trombus dapat dicegah
dengan pemberian heparin dosis rendah, (5000 IU) tiap 8 jam selama 7 hari
(Chamberlain, 1980). Terapi heparin dosis rendah merupakan kontraindikasi
sesudah operasi tulang atau pinggul, prostatectomy abdominal, atau pembedahan otak.
Heparin dapat diberikan secara subcutan pada jaringan lemak dinding abdomen
bagian bawah atau diatas krista iliaka. Heparin disuntikan dengan sudut 90
derajat. Perawat dianjurkan tidak melakukan aspirasi ketika memberikan heparin,
karena dapat menyebabkan hematoma. Tempat penyuntikan di massase setelah jarum dicabut
tetapi bisa di tekan pelan menggunakan kapas
alkohol. Jika heparin diberikan dalam jangka waktu lama, maka dapat melalui
infus. Tempat penusukan jarum infus harus diamati terhadap adanya peradangan.
Jika terjadi trombosis maka rencana perawatan perlu dikembangkan untuk
mengurangi radang, mencegah emboli dan mengurangi sakit.
Radang dapat dikurangi dengan rendam
hangat. Kehangatan akan melebarkan vena dan meningkatkan sirkulasi korateral. Hal
ini merupakan pendekatan yang berguna tromboflebitis superfisial yang
disebabkan oleh infus. Beberapa dokter menyatakan bahwa penggunaan panas untuk
dilatasi pembuluh darah dapat menyokong emboli, sehingga dianjurkan menggunakan
es.
Peradangan vena merupakan
predisposisi terhadap terjadinya embolus, baik emboli koroner maupun pulmoner.
Untuk mencegah bahaya ini, pasien harus bedrest, dokter kadang-kadang
memesankan agar ada bagian yang ditinggikan untuk mencegah pembendungan vena.
Klien istirahat ditempat tidur yang tenang, dan menghindari aktifitas yang
menyebabkan peningkatan venous return misalnya batuk dan tegang. Kaos kaki
elastis atau verban elastis dapat dipakai untuk meningkatkan venous return.
Untuk mencegah pelebaran atau
penggumpalan, dapat diberikan antikoagulan. Heparin atau warfarin (coumadin)
dapat diberikan sebagai profilaksis maupun pengobatan. Heparin dapat diberikan
secara intravena, intramuskular, atau subkutan. Bahaya efek samping penggunaan
heparin adlah perdarahan. Perawat harus mengamati adanya tanda awal perdarahan
antara lain hematurui dan bruishing. Waktu pembekuan (clothing time) diperiksa
secara teratur dan klien tidak boleh menggunakan pisau cukur secara langsung
atau sikat gigi yang keras. Dosis heparin yang diberikan sesuai kebutuhan.
Protamine sulfat adalah antidotum untuk heparin.
Derifat coumarin seperti dicumarol,
walfarin (coumadin) dan phenindion (Hedulin) adalah antikoagulan yang memiliki
masa aktif lebih lama serta berpengaruh terhadap pada pembentukan protombin. Banyak
obat-obatan yang berinteraksi terhadap coumarin seperti aspirin,
phenothiazines, dan antihistamin, untuk ini klien perlu diperiksa secara
teratur untuk mengetahui keefektifan dosis antikoagulan. Vitamin K (Mephyton)
merupakan antidotum terhadap Coumarin.
Obat-obatan vasodilatator mungkin
diberikan untuk mengurangi spasmus pembuluh darh yang mengalami pembentukan
trombus. Obat-obatan ini meningkatkan sirkulasi serta mempercepat absorbsi
trombus.
Pada beberapa keadaan aktivator
sistem enzim fibrinolitik alamiah, streptokinase, dan urokinase diberikan
secara infus intravena. Obat-obatan ini mencegah kerusakan DVT dengan proses
lisis trombus dan mungkin penurunan viskositas plasma dan cenderung mengurangi
sel-sel darah merah. Komplikasi utama dari tepi adalah terjadinya perdarahan,
untuk itu obat-obatan tersebut tidak dianjurkan bagi klien setelah mendapat
tindakan pembedahan, myocardial yang tidak sembuh, atau trombus serebi. Apabila
tindakan konservatif tidak dapat mengatasi penyakit tromboemboli, maka dapat
dikerjakan tindakan pembedahan.
Untuk mengatasi rasa nyeri, maka
diberikan analgetika. Aspirin atau obat-obatan yang mengandunga spirin biasanya
tidak diberikan, karena berpengaruh terhadap platelet dan dosis heparin.
Bedrest dapat mengurangi nyeri, tetapi selama bedrest, perawat harus membantu
klien merubah posisi dan memberikan tindakan untuk memenuhi rasa nyaman klien.
Bila kondisi telah membaik, pasien
dipersiapkan pulang., dan dianjurkan untuk menghindari keadaan-keadaan yang
menurunkan mobilitas, kontriksi sirkulasi dan perlukaan.
G.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan adalah agar
klien dan atau keluarga dapat:
1. Menjelaskan
penyakit tromboemboli.
2. Menjelaskan
rencana-rencana untuk mempertahankan kesehatan:
a. Aktivitas:
latihan; mencegah berdiri menekuk kaki sewaktu duduk.
b. Meningkatkan
sirkulasi vena dengan pemasukan cairan tang adekuat, tidak mengenakan pakaian
yang ketat, mempertahankan berat badan yang normal, menggunakan stocking
antiemboli.
3. Menjelaskan
kegunaan, dosis, waktu, cara memakai, dan efek samping obat yang diberikan
(antikoagulan).
4. Menjelaskan
indikasi perawatan kesehatan dan rencana perawatan lanjutan (follow up).
Daftar Pustaka
Sitti Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
------. 1990. Buku Pegangan Guru
Pendidikan Diploma III Keperawatan. DepKes RI.
Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar