Ovum yang dibuahi (blastokista) biasanya tertanam di lapisan endometrium
rongga uterus. Implantasi di tempat lain disebut kehamilan ektopik. Lebih dari
1 dalam setiap 100 kehamilan di Amerika Serikat adalah kehamilan ektopik, dan
lebih dari 95% kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopii.
Tipe kehamilan ektopik lainnya adalah implantasi trofoblas di serviks
(kehamilan serviks) atau ovarium (kehamilan ovarium). Kehamilan abdomen terjadi
jika plasenta yang sedang tumbuh di dalam tuba fallopii pecah ke dalam rongga
peritoneum dan terjadi implantasi di struktur panggul, termasuk uterus, usus,
atau dinding panggul. (William Obstetri : 67)
Kehamilan ektopik (KE) adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi
berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. Bila
kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET). Yang terbanyak dijumpai adalah kehamilan
pada tuba fallopii. (Achadiat, Chrisdiono M. Obstetri dan Ginekologi : 100)
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik ialah
kehamilan di tempat yang luar biasa.
Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim, misalnya dalam tuba,
ovarium, atau rongga perut. Akan tetapi, dapat juga terjadi di dalam rahim
tempat yang luar biasa, misalnya dalam serviks, pars interstisialis tuba, atau
dalam tanduk rudimeter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di dalam
tuba. (Ilmu Kesehatan reproduksi: Obstetri Patologi hal : 16)
Telah terjadi peningkatan jumlah absolut dan laju kehamilan ektopik yang
cukup tajam di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir. Beberapa hal yang
mungkin menjadi penyebabnya adalah; (1) peningkatan prevalensi infeksi tuba
akibat penyakit menular seksual, (2) diagnosi yang lebih dini dengan
pemeriksaan yang lebih peka terhadap gonadothropin korion dan ultrasound
transvagina, (3) popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauterus
tetapi tidak dapat mencegah kehamilan ekstrauterus, (4) kegagalan sterilisasi
tuba, (5) induksi aborsi yang diikuti oleh infeksi, (6) peningkatan penggunaan
teknik bantuan reproduksi, dan (7) pembedahan tuba, termasuk riwayat
salpingotomi akibat kehamilan tuba dan tubuloplasti.
Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab utama kematian ibu hamil di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab tersering mortalitas ibu pada trimester
pertama. Akan tetapi, angka kefatalan kasus (case-fatality
rate) menurun secara bermakna antara tahun 1970 dan 1989. Penurunan drastis
kematian akibat kehamilan ektopik ini mungkin disebabkan oleh membaiknya
diagnosis dan penatalaksanaan.
KEHAMILAN TUBA
Gejala dan Tanda
Ovum yang dibuahi dapat berkembang di setiap oviduktus yang menyebabkan
kehamilan tuba di ampula, istmus, atau interstisium (kornu). Ampula adalah
tempat tersering kehamilan tuba, sedangkan kehamilan interstisium terhitung
hanya sekitar 3% dari seluruh gestasi tuba.
1.
Nyeri
Gejala yang muncul berkaitan dengan apakah kehamilan ektopik sudah pecah.
Gejala yang paling sering dialami adalah nyeri panggul dan perut. Gejala
pencernaan dan pusing atau berkunang-kunang juga sering terjadi, terutama
setelah ruptur. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragma
oleh perdarahan.
2.
Haid Abnormal
Sebagian besar wanita melaporkan amenorea dengan bercak-bercak perdarahan
per vagina. Perdarahan uterus yang terjadi pada kehamilan tuba sering disangka
sebagai haid sejati. Perdarahan ini biasanya sedikit, berwarna cokelat tua, dan
mungkin intermiten atau terus-menerus. Pada kehamilan tuba, jarang terjadi
perdarahan per vagina yang hebat.
3.
Perdarahan Uterus
Pada kehamilan tuba, uterus dapat tumbuh selama 3 bulan pertama karena
pengaruh hormon plasenta. Konsistensi uterus juga mungkin serupa dengan yang
dijumpai pada kehamilan normal. Uterus dapat terdorong ke samping oleh massa
ektopik, atau jika ligamentum latum terisi oleh darah, uterus dapat sangat
terdesak. Silinider desidua uterus terbentuk pada 5 hingga 10 persen wanita
dengan kehamilan ektopik. Keluarnya struktur ini mungkin disertai oleh rasa
kram yang serupa dengan yang dialami saat abortus spontan.
4.
Tekanan Darah dan Nadi
Sebelum pecah, tanda-tanda viral umumnya normal. Respons awal terhadap
ruptur dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda-tanda vital hingga peningkatan
ringantekanan darah, atau respons vasovagus disertai bradikardi dan hipotensi.
Tekanan darah akan turun dan nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan
terjadi hipovolemia.
5.
Suhu
Setelah perdarahan akur, suhu mungkin normal atau bahkan rendah. Suhu dapat
meningkat hingga 38oC, tetapi tanpa infeksi suhu jarang melebihi
angka ini.
6.
Massa Panggul
Pada pemeriksaan bimanual, dapat diraba suatu massa di panggul pada 20
persen pasien. Massa tersebut selalu terletak di posterior atau lateral uterus.
Masa biasanya lunak dan elastik.
7.
Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu teknik sederhana untuk mengidentifikasi
hemoperitoneum. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan sebuah tenakulum, dan
dimasukkan sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 melalui melalui forniks
posterior ke dalam cul-de-sac. Potongan bekuan darah yang disedot membeku, maka
darah tersebut mungkin berasal dari pembuluh darah yang tertusuk dan bukan dari
perdarahan pada kehamilan ektopik. Tidak adanya cairan yang tersedot, tidak
menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.
Kehamilan Tuba (Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi)
Patogenesis
Menurut tempat nidasi maka terjadilah:
·
Kehamilan ampula
·
Kehamilan ismus (isthmus)
·
Kehamilan interstisial
Kadang-kadang nidasi terjadi di fimbriae. Dari bentuk di atas secara
sekunder dapat terjadi kehamilan tuba abdominal, tuba ovarial, atau kehamilan
dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering terjadi di dalam ampula tuba.
Implantasi telur dapat bersifat kolumnar ialah implantasi pada puncak
lipatan selaput tuba dan telur terletak dalam lipatan selaput lendir. Bila
kehamilan pecah, akan pecah ke dalam lumen tuba(abortus tuber).
Telur dapat pula menembus epitel dan berimplantasi interkolumnar, terletak
dalam lipatan selaput lendir, yaitu telur masuk ke dalam lapisan otot tuba
karena tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan terjadi di luar rahim,
rahim membesar juga karena hipertrofi dari otot-ototnya, yang disebabkan
oengaruh hormon-hormon yang dihasilkan trofoblas: begitu pula endometriumnya
berubah menjadi desidua vera.
Menurut Arias-Stella, peruahan histologis pada endometrium cukup khas untuk
membantu diganosis. Setelah janin mati, desidua ini mengalami degenerasi dan
dikeluarkan sepotong demi sepotong. Akan tetapi, kadang-kadang lahir secara
keseluruhan sehingga merupakan cetakan dari kavum uteri (decidual cast)
Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini
menerangkan gejala perdarahan per vaginam pada kehamilan ektopik yang
terganggu.
Perkembangan Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada
minggu ke 6-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Berakhirnya kehamilan
tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba.
·
Abortus tuba
Oleh karena telur bertambah besar menembus endosalping
(selaput lendir tuba), masuk ke lumen tuba dan dikeluarkan ke arah
infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah
ampula tuba. Di sini biasanya telur tertanam kolumnar karena lipatan-lipatan
selaput lendir tinggi dan banyak. Lagipula di sini, rongga tuba agak besar
hingga telur mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua
kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba.
Abortus tuba kira-kira terjadi antara minggu ke 6-12.
Perdarahan yang timbul karena abortus keluar dari ujung tuba
dan mengisi kavum Douglas, terjadilah hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung
tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan hingga darah terkumpul di dalam tuba
dan menggembungkan tuba, yang disebut hematosalping.
·
Ruptur tuba
Telur menembus lapisan otot tuba ke arah kavum
peritoneum. Hal ini terutama terjadi kalau implantasi terlur dalam istmus tuba.
Pada peristiwa ini, lipatan-lipatan selaput lendir tidak
seberapa, jadi besar kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil karena
rongga tuba sempit . oleh karena itu, telur menembus dinding tuba ke arah
rongga perut atau peritoneum.
Ruptur pada istmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12
karena dinding tuba disini tipis, tetapi ruptur pada pars insterstisialis
terjadi lambat kadang-kadang baru pada bulan ke-4 karena disini lapisan otot
tebal.
Ruptur bisa terjadi spontan atau violent, misalnya karena
oeriksa dalam, defekasi, atau koitus. Biasanya terjadi ke dalam kavum
peritoneum, tetapi kadang-kadang ke dalam ligamentum latum kalau implantasinya
pada dinding bawah tuba.
Pada ruptur tuba seluruh telur dapat melalui robekan dan
masuk ke dalam kavum peritoneum, telur yang kalur dari tuba itu sudah mati.
Bila hanya janin yang melalui robekan dan plasenta tetap
melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai
kehamilan tuba dan baru kemudian menjadi kehamilan abdominal, kehamilan ini
disebut kehamilan abdominal sekunder. Plasentanya kemudian dapat meluas ke
dinding belakang uterus, ligamentum latum, omentum dan usus.
Jika insersi dari telur pada dinding bawah tuba, ruptur
terjadi ke dalam ligamentum latum. Kelanjutan dari kejadian ini ialah telur
mati dan terbentuknya hematom di dalam ligamentum latum atau kehamilan ini
berlangsung terus di dalam ligamentum latum.
Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya
pada ujung tuba dan kemudian tumbuh ke dalam kavum peritoneum.
Yang dinamakan kehamilan tuba-ovarial ialah kehamilan
yang asalnya ovarial atau tuba, tetapi kemudian kantongnya terjadi dari
jaringan tuba maupun ovarium.
Gejala-gejala
Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan
khas kalau sudah terganggu dan kehamilan ektopik yang masih utuh,
gejala-gejalanya sama dengan kehamilan muda yang intrauterin.
Kalau kita bicara tentang gejala kehamilan ektopik biasanya yang dimaksud
ialah kehamilan ektopik yang terganggu.
Kisah yang khas dari kehamilan ektopik terganggu ialah seorang wanita yang
sudah terlambat haidnya, sekonyong-konyong nyeri perut kadang-kadang jelas
lebih nyeri sebelah kiri atau sebelah kanan. Selanjutnya, pasien pusing dan
kadang-kadang pingsan, sering keluar sedikit darah pervaginam.
Pada pemeriksaan didapatkan seorang wanita yang pucat dan gejala-gejala
syok. Pada palpasi perut ternyata tegang dan pemeriksaan dalam sangat nyeri,
terutama kalau serviks digerakkan atau pada perabaan kavum Douglas (forniks
posterior); mungkin juga teraba tumor yang lunak kenyal.
Jadi, gejala-gejala terpenting adalah:
1.
Nyeri perut
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua penderita.
Nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bawah. Kdang-kdang
terasa sampai daerah abdomen atas.
Bila kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, akan menyebabkan perut
tegang, nyeri tekan abdomen, distensi usus, dan kadang-kadang nyeri menjalar ke
bahu dan leher karena adanya rangsang darah pada diafragma.
Nyeri tekan dapat terjadi pada palpasi abdomen ataupun pada periksa dalam,
yang kaadng-kadang pada periksa dalam ditemukan nyeri goyang, yang didapat
dengan cara menggerakkan porsio.
2.
Amenore
Walaupun amenore sering dikemukakan dalam anamnesis, kita tidak boleh
menarik kesimpulan bahwa kehamilan ektopik tidak mungkin kalau gejala ini tidak
ada. Lebih-lebih pada wanita Indonesia yang kurang memperhatikan haidnya,
perdarahan patologis yang disebabkan oleh kehamilan ektopik tidak jarang
dianggap haid biasa.
3.
Perdarahan pervaginam
Dengan matinya telur desidua yang mengalami degenerasi dan nekrosis,
selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk perdarahan. Perdarahan ini pda umumnya
sedikit, namun perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran
kita ke abortus biasa.
4.
Syok karena hipovolemi
Tanda syok lebih jelas bila pasien duduk, juga terdapat oliguri.
5.
Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon
kehamilan, tetapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus
pada kehamilan untrauterin yang sama umurnya.
6.
Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul dapat teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan oleh
kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
7.
Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan ektopik terganggu
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
Akan tetapi, kita harus insaf bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan
oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan
waktu 1-2 hari. Oleh karena itu, mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama
kadar Hb belum seberapa turunnya maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan
atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb yang berturut-turut. Perdarahan
juga menimbulkan naiknya angka leukosit, yaitu pada perdarahan yang hebat angka
leukosit tinggi, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit leukosit normal
atau hanya naik sedikit.
Diagnosis Banding
Kehamilan ektopik terganggu harus dibedakan dari:
1.
Radang alat-alat dalam panggul, terutama salpingitis.
2.
Abortus biasa.
3.
Perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus
luteum.
4.
Kista torsi atau apendisitis.
5.
Gastroenteritis.
6.
Komplikasi AKDR
Untuk membedakan dengan salpingitis dapat dikemukakan:
1.
Pada salpingitis pernah ada serangan nyeri perut
sebelumnya.
2.
Nyeri bilateral.
3.
Demam.
4.
Tes kehamilan yang positif menunjuk ke arah kehamilan ektopik,
yang negatif tidak ada artinya.
Pada abortus biasa, perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan serta
uterus biasanya besar dan lunak.
Perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus luteum tak dapat
dibedakan, tetapi bukan merupakan persoalan penting karena harus dioperasi
juga.
Pada kista torsi ditemukan massa yang lebih jelas, sedangkan pada kehamilan
tuba batasnya tidak jelas. Nyeri pada apendisitis sering lokasinya lebih
tinggi, yaitu di titik McBurney.
Untuk membantu diagnostik dapat dilakukan:
1.
Tes kehamilan
Kalau positif maka ada kehamilan
2.
Douglas Punksi (kuldosentesis)
Jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke
dalam kavum Douglas di tempat kavum Douglas menonjul ke forniks posterior.
Jika terisap darah, ada 2 kemungkinan yang akan terjadi,
yaitu:
a.
Adanya darah dalam kavum Douglas, yang mengakibatkan
terjadinya perdarahan dalam rongga perut.
b.
Tertusuknya vena dan terisapnya darah vena dari daerah
tersebut.
Oleh karena itu, untuk
mengatakan bahwa Douglas punksi positif, artinya adanya perdarahan dalam rongga
perut dan darah yang diisap mempunyai sifat berwarna merah tua, tidak membeku
setelah diisap, dan biasanya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan darah yang
kecil.
Jika darah kurang tua
warnanya dan membeku, darah itu berasal dari vena yang tertusuk.
3.
Ultrasonografi
4.
Laparoskopi
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Hemoglobin,
Hematokrit dan Hitung Leukosit
Setelah perdarahan, volume darah yang berkurang dikembalikan ke arah normal
oleh hemodilusi yang berlangsung dalam satu atau beberapa hari. Oleh karena
itu, pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya
memperlihatkanpenurunan. Pada kehamilan ektopik terganggu, derajat leukositisis
sangat bervariasi. Pada sekitar separuh wanita, dapat ditemukan leukositosis
hingga 30.000/µL.
2.
Pemeriksaan Urine untuk Kehamilan
Pemeriksaan urine yang tersering digunakan adalah pemeriksaan latex agglutination inhibition (hambatan penggunaan lateks) menggunakan slide dengan sensivitas untuk
gonadothropin korin (hCG) dalam kisaran 500 hingga 800 mIU/mL. Pada kehamilan
ektopik, kemungkinan positif hanyalah 50 hingga 60 persen. Jika digunakan
tabung, deteksi hCG adalah dalam kisaran 150 hingga 250 mIU/mL, dan uji ini
positif pada 80 hingga 85 persen kehamilan ektopik. Uji yang menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) sensitif hingga 10 sampai
50 mIU/mL dan positif pada 95 persen kehamilan ektopik.
3.
Pemeriksaan β-hCG Serum
Radioimmunoassay, dengan sensivitas 5
sampai 10 mIU/mL merupakan metode paling tepat untuk mendeteksi
kehamilan. Karena satu kali hasil pemeriksaan serum yang positif tidak
menyingkirkan kehamilan ektopik maka dirancanglah beberapa metode yang
menggunakan nilai serum kuantitatif serial untuk menegakkan diagnosis. Metode
ini sering digunakan bersama dengan sonografi.
4.
Progesteron Serum
Satu kali oengukuran progesteron sering dapat digunakan untuk memastikan
kehamilan yang berkembang normal. Nilai yang melebihi 25 ng/mL mengisyaratkan
bahwa mudigah-janin telah meninggal, tetapi tidak menunjukkan lokasinya. Kadar
progesteron antara 5 dan 25 ng/mL bersifat inkonklusif.
Pencitraan Ultrasound
1.
Sonografi Abdomen
Kehamilan di tuba fallopii sulit diidentifikasi dengan sonografi abdomen.
Tidak adanya kehamilan di uterus secara sonografis, uji kehamilan yang positif,
adanya cairan di cul-de-sac, dan adanya
massa abnormal di panggul, menunjukkan kehamilan ektopik. Sayangnya, ultrasound mungkin memberi gambaran
kehamilan intrauterus pada sebagian kasus kehamilan ektopik saat bekuan darah
atau silinder desidua memberi gambaran seperti suatu kantong intrauterus kecil.
Sebaliknya, terlihatnya suatu massa di adneksa atau cul-de-sac pada sonografi
tidak selalu membantu karena kista korpus luteum dan usus yang terbelit secara
sonografis kadang-kadang tampak seperti kehamilan tuba. Hal yang utama, suatu
kehamilan intrauterus biasanya tidak terdeteksi dengan ultrasound abdomen hingga 5 atau 6 minggu haid atau konsentrasi β-hCG serum lebih dari 6000 mIU/Ml.
2.
Sonografi Vagina
Sonografi dengan transduser vagina dapat mendeteksi kehamilan uterus paling
awal 1 minggu setelah terlambat haid jika kadar β-hCG serum lebih
dari 1500 mIU/ML. Uterus yang kosong dengan konsentrasi β-hCG serum lebih dari 1500 mIU/ML. Atau lebih sangat
akurat untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik. Identifikasi kantong gestasi
dengan ukuran 1 hingga 3 mm atau lebih, yang terletak eksentrik di uterus, dan
dikelilingi oleh reaksi desidua-korion mengisyaratkan kehamilan intrauterus.
Kutub janin di dalam kantong tersebut bersifat diagnostik untuk kehamilan
intrauterus, terutama jika disertai oleh gerakan jantung janin. Tanpa kriteria
ini, ultrasound mungkin
nondiagnostik. Pada hasil studi yang nondiagnostik, sebagian besar dokter
menganjurkan sonografi serial disertai pengukuran serial β-hCG.
3.
Ultrasoun Doppler Warna dan Berpulsa
Pada teknik ini dilakukan identifikasi atas letak warna vaskular intra-
atau ekstrauterus dalam bentuk khas yang disebut pola ring-of-fire dan pola aliran kecepatan-tinggi impedansi-rendah yang
sesuai dengan perfusi plasenta. Jika pola ini terlihat di luar rongga uterus
maka ditegakkan diagnosis kehamilan ektopik.
Pembedahan
Laparoskopi lebih dianjurkan daripada laparotomi kecuali jika wanita yang
bersangkutan tidak stabil. Meskipun hasil akhir reproduktif, termasuk angka
kehamilan uterus dan kekambuhan kehamilan ektopik setara, namun laparoskopi
lebih efektif biaya dan menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih singkat.
Pemebdahan tuba untuk kehamilan ektopik dianggap konservatif jika tuba
diselamatkan. Contohnya adalah salpingostomi, salpingotomi, dan ekspresi
kehamilan ektopik melalui fimbriae. Pembedahan radikal dilakukan jika
diperlukan salpingektomi.
1.
Kuretase
Pada banyak kasus, aborsi inkomplet dan kehamilan tuba dapat dibedakan
dengan kuretase. Kuretase dianjurkan jika kdar progesteron serum kurang dari 5
ng/mL atau β-hCG meningkat secara
abnormal.
2.
Salpingostomi
Tindakan ini digunakan untuk mengeluarkan kehamilan kecil yang biasanya
panjangnya kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba fallopii.
Dibuat sebuah sayatan lurus dengan panjang 10 sampai 15 mm atau kurang, di tepi
antimesenterik tepat diatas kehamilan ektopik. Produk biasanya akan menyembul
dari insisi tersebut dan dapat dikeluarkan secara hati-hati atau dibilas.
Tempat perdarahan kecil diatasi dengan elektrokauterisasi atau laser, dan
sayatan dibiarkan tidak dijahit untuk sembuh secara sekunder. Tindakan ini
dapat dilakukan melalui laparoskop dan saat ini merupakan “baku emas” metode
bedah untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
3.
Salpingotomi
Tindakan ini sama dengan salpingostomi kecuali sayatan ditutup dengan
jahitan Vicryl 7-0 atau yang setara. Tidak terdapat perbedaan dalam prognosis
dengan atau tanpa jahitan.
4.
Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dilakukan melalui laparoskop operatif dan dapat
digunakan baik pada kehamilan ektopik terganggu atau belum terganggu. Saat
mengangkat tuba fallopii, dianjurkan untuk membuat sayatan baji tidak melebihi
sepertiga luar bagian interstisium tuba. Reseksi kornu ini dilakukan sebagai
upaya memperkecil kemungkinan (walaupun jarang) kekambuhan kehamilan di kantong
tuba.
5.
Reseksi Segmental dan Anastomosis
Reseksi massa dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan untuk kehamilan
ismus yang belum ruptur. Pendekatan ini digunakan untuk menghindari pembentukan
jaringan parut dan penyempitan yang ditimbulkan oleh salpingostomi. Setelah
segmen tuba dipajankan, mesosalping di bawah tuba disayat, dan ismus tuba yang
mengandung massa ektopik direseksi. Mesosalping dijahit sehingga puntung tuba
menyatu. Segmen tuba kemudian dijahit lapis demi lapis dengan Vicryl 7-0
interuptus. Prosedur ini paling baik dilakukan dengan teknik bedah mikro dan
pembesaran lapangan operasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar