Minggu, 04 Februari 2018

PRE-EKLAMSI DAN EKLAMSI



Dalam buku-buku masih dipakai istilah toksemia gravidarum untuk kumpulan gejala-gejala dalam kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria, dan Edema), yang kadang-kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (Kejang-kejang/konvulsi dan koma).
Istilah ini sekarang tidak tepat lagi karena dalam kehamilan tidak pernah ditemukan toksin sebagai penyebab.
Klasifikasi
1.      Pre-Eklamsi
a.      Ringan
b.     Berat
2.     Hipertensi Esensial
a.      Tanpa ada komplikasi
b.      Superimposed pre-eclampsia
3.     Nefritis kronis
a.      Tanpa ada komplikasi
b.      Superiposed pre-eclampsia
4.     Eklamsi
a.      Murni dari pre-eklamsi
b.     Tidak murni dari 2 dan 3
Yang merupakan akibat langsung dari kehamilan (murni) disebut pre-eklamsi dan eklamsi.

A.   PRE-EKLAMSI DAN EKLAMSI
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati pre-eklamsi ringan agar tidak lanjut menjadi eklamsi. Hal ini hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama hamil. Jadi jelaslah bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur sangat penting dalam upaya pencegahan pre-eklamsi dan eklamsi.
1.      Definisi
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria dan edema; yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelaianan-kelaianan vaskular atau hipertensi sebelumnya.
2.     Etiologi
etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab pre-eklamsi adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) mengapa menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (b) mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III; (c) mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah oada kehamilan berikutnya; dan (e) penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koa. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsi dan eklamsi.

http://archive.is/nP0O4

3.     Patofisiologi
Pada pre-eklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada berapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.


Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.
4.     Perubahan pada organ-organ
a.     Otak
Pada pre-eklamsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal. Pada eklamsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
b.    Plasenta dan Rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklamsi dan eklamsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
c.     Ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
d.    Paru-paru
Kematian ibu pada pre-eklamsi dan eklamsi biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia atau abses paru.
e.     Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-eklamsi berat. Pada eklamsi dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukkan tanda pre-eklamsi berat yang mengarah pada eklamsi adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
f.       Keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklamsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas normal. Pada pre-eklamsi berat dan eklamsi, gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksai dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis/ahli, kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah pre-eklamsi menjadi baik atau tidak setelah diberikan penanganan.
B.   PRE-EKLAMSI
1.      Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a.      Pre-eklamsi ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
1)     Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang: atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
2)     Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
3)     Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwantitatif 1+ atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b.     Pre-eklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
1)     Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2)     Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
3)     Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500  per 24 jam
4)     Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium
5)     Terdapat edema paru dan sianosis.
2.     Frekuensi
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%.
Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.
Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya pre-eklamsi adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun.
3.     Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
a.   Gambaran klinik: pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif: sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya: oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang.
b. Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium.
4.     Penatalaksanaan
a.      Pencegahan
·     Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-elamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
·    Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklamsi kalau ada faktor-faktor predisposisi
·  Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketangan serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
b.     Penanganan
Tujuan penanganan adalah:
·        Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi
·        Hendaknya janin lahir hidup
·        Trauma pada janin seminimal mungkin
5.     Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya berdifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu.
Penanganan pada penderita rawat jalan atau inap adalah dengan istirahat di tempat tidur, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti Valium tablet 5mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30mg dengan dosis 3 kali sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak bergitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklamsi berat.
Dengan cara diatas biasanya pre-eklamsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa.
Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap. Monitor keadaan janin, kadar estriol urin, lakukan amnioskopi, dan ultrasonografi dan sebagainya. Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan 37 minggu keatas.
6.      Pre-eklamsi berat
a.      Pre-eklamsi berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
1)     Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
·  Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontraindikasi).
·        Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi).
·    Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil mengawasi timbul lagi gejala.
·  Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
2)     Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
b.     Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
1)     Penderita dirawat inap
·        Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
·        Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
·        Berikan suntikan sulfas magnesikus 8gr intramuskuler, 4gr di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri
·        Suntikan dapat diulang dengan dosis 4gr setiap 4 jam
·        Syarat pemberian MgSO4 adalah: refleks patella (+); diuresis 100cc dalam 4 jam terakhis; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
·        Infus dekstrosa 5% dan Ringer Laktat
2)     Berikan obat anti hipertensi: injeksi katapres 1 ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
3)     Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru, dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul i.v Lasix.
4)     Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dnegan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosi (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
5)     Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan.
6)     Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
7)     Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
8)     Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.
9)     Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
C.   EKLAMSI
Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir.
Pada ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam: (1) eklamsi gravidarum (50%); (2) eklamsi parturien (40%); (3) eklamsi puerperium (10%).
Angka kejadian eklamsi bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu negara, tambah tinggi kesadaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah rendah angka kejadian eklamsinya.
Frekuensi di negara-negara maju              0,05-0,1%
Frekuensi di negara-negara berkembang   0,3-0,7%
          Malaysia (1953 – 1965) – kasus di rumah sakit:
     Frekuensi di rumah sakit                          1:320
      Frekuensi seluruhnya                               1:700

1.      Gejala-gejala Eklamsi
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklamsi berat. Serangan eklamsi dibagi dalam 4 tingkat:
a.      I Stadium Invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau ke kiri.
Stadium ini berlangsung kira-kira 30 detik
b.     II Stadium Kejang Tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam; pernafasan terhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c.      III Stadium Kejang Klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
d.     IV stadium Koma
Lamanya ketidasaran (koma) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40oC.
2.     Komplikasi
a.      Lidah tergigit
b.     Terjadi perlukaan dan fraktur
c.      Gangguan pernafasan
d.     Perdarahan otak
e.      Solutio plasenta
f.       Merangsang persalinan
3.     Prognosis
Morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi
a.      Kematian maternal
Di negara-negara maju kematian maternal lebih rendah, yaitu sekitar 3 – 15%. Di negara-negara berkembang angka ini lebih tinggi yaitu sekitar 9,8 – 25,5% (Hardjito dan Martohoedeso, 1970). Kematian maternal biasanya disebabkan oleh: perdarahan otak (25%), kegagalan jantung-paru (50%), kegagalan ginjal (10%), infeksi (5%), kegagalan hepar (5%), dan lain-lain (5%).
b.     Kematian perinatal (bayi)
Kematian perinatal di negara maju lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara berkmebang. Di negara berkembang dilaporkan berkisar antara 42,2% - 50%. Sebab kematian bayi terutama adalah hipoksia intrauterin dan prematuria.
4.     Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklamsi, yang terdiri dari:
a.      Koma yang lama (prolonged coma)
b.     Frekuensi nadi diatas 120 kali per menit
c.      Suhu 103oF atau 39,4oC atau lebih
d.     Tekanan darah lebih dari 200mmHg
e.      Konvulsi lebih dari 10 kali
f.       Proteinuria 10 gr atau lebih
g.      Tidak ada edema, edema menghilang


Bila tidak ada atau hanya satu kriteria diatas maka eklamsi tergolong ringan; bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek. Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita eklamsi sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasannya pre-eklamsi dan eklamsi murni, tidak menyebabkan hipertensi menahun.
5.     Pencegahan
Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklamsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk menurunkannya adalah dengan:
a.      Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklamsu bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh masyarakat awam.
b.     Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
c.      Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tanda pre-eklamsi dan mengobatinya sedini mungkin.
d.     Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas, apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak mengjilang.
6.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ekalmsi sama dengan pre-eklamsi berat. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya digunakan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Prinsip penatalaksanaan:
a.      Penderita eklamsi harus dirawat inap rumah sakit
b.     Pengangkutan ke rumah sakit
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan, yaitu Pethidin 100mg atau Luminal 200mg atau Morfin 10mg.
c.      Tujuan perawatan di rumah sakit adalah untuk menghendtikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan diuresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang tepat dan cepat, serta untuk melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhi, dengan memperhitungkan tuanya kehamilan.
d.     Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah (1) membersihkan dan melapangkan jalan pernafasan; (2) menghindarkan lidah tergigit; (3) pemberian oksigen; (4) pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10%, 20%, 40%; (5) menjaga agar jangan sampai terjadi trauma; serta dipasang kateter tetap (dauer catheter).
e.      Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenang, dengan lampu redup (tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan. Kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu badan, refleks, dan diuresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran dan jumlah kejang yang terjadi.
Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam. Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantitatif.
f.       Regim-regim pengobatan:
1)     Regim sufas magnesikus
Injeksi MgSO4 20% dengan dosis 4gr intravena perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan suntukan i.m dosis 8gr. Jika tidak ada kontraindikasi, berikan suntikan i.m diteruskan dengan dosis 4gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi (perhatikan pernafasan, refleks, dan diuresis). Juga harus tersedia kalsium glukonas sebagai antidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pusat agar dapat mencegah konvulsi; menambah diuresis, kecuali bila ada anuria; dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.
2)     Regim sodium pentotal
Dosis inisial suntikan intravena perlahan-lahan sodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2 – 0,3gr. Dengan infus secara tetes (drips) tiap 6 jam diberikan:
1gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 10%
½ gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 10%
½ gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 5%
½ gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 5%
(selama 24 jam)
Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat menyebabkan henti nafas (apnea).
3)     Regim Valium (Diazepam)
Dengan dosis 40mg dalam 500cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes permenit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10mg dalam infus atau suntikan i.m; sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
4)     Regim litik koktil (Lytic Cocktail)
Ada 2 macam kombinasi obat yaitu:
-         Largactil (100mg) + Phenergan (50mg) + Pethidin (100mg);
-         Pethidin (100mg) + Chlorpromazin (50mg) + Promezathin (50mg);
Masing-masing dilarutkan dalam 500cc glukosa 5% dan diberikan secara infus tetes i.v; jumlah tetesan disesuaikan dengan serangan kejang dan tekanan darah penderita.
5)     Regim Stroganoff
                                                I.            Pertama kali                       Morfin                  20mg Subkutan;
                                            II.            ½ jam setelah langkah I      MgSO4 15%           40cc Subkutan;
                                         III.            2 jam setelah langkah I       Morfin                  20mg Subkutan;
                                         IV.            5 ½ jam setelah langkah I   MgSO4 15%           20-40cc Subkutan;
                                             V.            11 ½ jam setelah langkah I MgSO4 15%           10cc Subkutan;
                                         VI.            19 jam setelah langkah I     MgSO4 15%           10cc Subkutan.
7.     Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1,2 – 2,4 juta satuan.
8.     Penanganan obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obstetrikus penderita: keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah:
a)     Kalau belum inpartu, maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang, dengan atau tanpa amniotomi.
b)    Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. Bila janin mati dilakukan embbriotomi.
c)     Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primim), serta kepala janin masih tinggi, atau ada kesan terdapat disproporsi sefalopelvik, atau ada indikasi obstetrik lainnya; sebaiknya dilakukan seksio sesarea (bila janin hidup). Anestesi yang dipakai lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
9.     bahaya yang masih tetap mengancam adalah perdarahan postparum, infeksi nifas, atau trauma akibat pertolongan obstetrik.

Daftar Pustaka:

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Greek Mythology (Curcol Edition*)

Hae, Guys... Did you ever heard about Greek Mythology before? To be honest, I’m never heard it before. Till someone that I follo...