Dalam buku-buku masih dipakai istilah toksemia gravidarum untuk kumpulan
gejala-gejala dalam kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi,
Proteinuria, dan Edema), yang kadang-kadang bila keadaan lebih parah diikuti
oleh KK (Kejang-kejang/konvulsi dan koma).
Istilah
ini sekarang tidak tepat lagi karena dalam kehamilan tidak pernah ditemukan toksin sebagai penyebab.
Klasifikasi
1.
Pre-Eklamsi
a. Ringan
b. Berat
2.
Hipertensi Esensial
a. Tanpa ada komplikasi
b. Superimposed pre-eclampsia
3.
Nefritis kronis
a. Tanpa ada komplikasi
b. Superiposed pre-eclampsia
4.
Eklamsi
a. Murni dari pre-eklamsi
b. Tidak murni dari 2 dan 3
Yang
merupakan akibat langsung dari kehamilan (murni) disebut pre-eklamsi dan
eklamsi.
A.
PRE-EKLAMSI DAN EKLAMSI
Pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati pre-eklamsi ringan agar tidak lanjut menjadi eklamsi. Hal ini
hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama hamil. Jadi
jelaslah bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur sangat penting dalam upaya
pencegahan pre-eklamsi dan eklamsi.
1. Definisi
Pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa
nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria dan edema; yang
kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan
tanda-tanda kelaianan-kelaianan vaskular atau hipertensi sebelumnya.
2. Etiologi
etiologi
penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena
itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada memberikan jawaban yang
memuaskan. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab pre-eklamsi adalah
teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal
yang bertalian dengan penyakit ini.
Teori
yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) mengapa menjadi tinggi pada:
primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (b) mengapa
frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III;
(c) mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin
dalam kandungan; (d) mengapa frekuensi menjadi lebih rendah oada kehamilan
berikutnya; dan (e) penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema, dan
konvulsi sampai koa. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya
satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsi dan eklamsi.
http://archive.is/nP0O4
3. Patofisiologi
Pada
pre-eklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada
berapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui
oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan
tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.
4. Perubahan pada organ-organ
a.
Otak
Pada
pre-eklamsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batas normal.
Pada eklamsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada
pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan
serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi
perdarahan.
b.
Plasenta dan Rahim
Aliran
darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.
Pada pre-eklamsi dan eklamsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan
kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
c.
Ginjal
Filtrasi
glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan
filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah
retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal
sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
d.
Paru-paru
Kematian
ibu pada pre-eklamsi dan eklamsi biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia
atau abses paru.
e.
Mata
Dapat
dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal
tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-eklamsi berat. Pada eklamsi dapat
terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intra-okuler dan merupakan salah
satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat
menunjukkan tanda pre-eklamsi berat yang mengarah pada eklamsi adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam
retina.
f.
Keseimbangan air dan
elektrolit
Pada
pre-eklamsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi
gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH
darah berada pada batas normal. Pada pre-eklamsi berat dan eklamsi, gula darah
naik sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium
yang lalu bereaksai dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa
penulis/ahli, kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah
pre-eklamsi menjadi baik atau tidak setelah diberikan penanganan.
B.
PRE-EKLAMSI
1. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Pre-eklamsi ringan, bila disertai keadaan sebagai
berikut:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang: atau kenaikan
diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1
jam, sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari
tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
3) Proteinuria kwantitatif
0,3 gr atau lebih per liter, kwantitatif 1+ atau 2 + pada urin kateter atau
midstream.
b. Pre-eklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai
berikut:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg
atau lebih
2) Proteinuria 5 gr atau
lebih per liter
3) Oliguria, yaitu jumlah
urin kurang dari 500 per 24 jam
4) Adanya gangguan serebral,
gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium
5) Terdapat edema paru dan
sianosis.
2. Frekuensi
Ada
yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada
kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan
sekitar 3-10%.
Lebih
banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida, terutama primigravida
usia muda.
Faktor-faktor
predisposisi untuk terjadinya pre-eklamsi adalah molahidatidosa, diabetes
melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari
35 tahun.
3. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan:
a. Gambaran klinik: pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif: sakit kepala di daerah
frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma,
diplopia; mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya: oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang.
b. Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan
proteinuria pada pemeriksaan laboratorium.
4. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
· Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta
teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-elamsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
· Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
pre-eklamsi kalau ada faktor-faktor predisposisi
· Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur,
ketangan serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat
dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
b. Penanganan
Tujuan
penanganan adalah:
·
Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi
·
Hendaknya janin lahir hidup
·
Trauma pada janin seminimal mungkin
5. Pre-eklamsi ringan
Pengobatan
hanya berdifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dirawat jalan
dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu.
Penanganan
pada penderita rawat jalan atau inap adalah dengan istirahat di tempat tidur,
diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti Valium tablet 5mg dosis 3
kali sehari atau fenobarbital tablet 30mg dengan dosis 3 kali sehari.
Diuretika
dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak bergitu
bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklamsi berat.
Dengan
cara diatas biasanya pre-eklamsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat
dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa.
Bila gejala masih menetap,
penderita tetap dirawat inap. Monitor keadaan janin, kadar estriol urin,
lakukan amnioskopi, dan ultrasonografi dan sebagainya. Bila keadaan
mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan 37 minggu
keatas.
6. Pre-eklamsi berat
a. Pre-eklamsi berat pada
kehamilan kurang dari 37 minggu
1) Jika janin belum
menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S,
maka penanganannya adalah sebagai berikut:
· Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8gr
intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4gr intramuskuler
setiap 4 jam (selama tidak ada kontraindikasi).
·
Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria
pre-eklamsi ringan (kecuali ada kontraindikasi).
· Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin
dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil
mengawasi timbul lagi gejala.
· Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan
terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung
keadaan.
2) Jika pada pemeriksaan
telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama
seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
b. Pre-eklamsi berat pada
kehamilan diatas 37 minggu
1) Penderita dirawat inap
·
Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
·
Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
·
Berikan suntikan sulfas magnesikus 8gr intramuskuler, 4gr
di bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri
·
Suntikan dapat diulang dengan dosis 4gr setiap 4 jam
·
Syarat pemberian MgSO4 adalah: refleks patella (+);
diuresis 100cc dalam 4 jam terakhis; respirasi 16 kali per menit, dan harus
tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
·
Infus dekstrosa 5% dan Ringer Laktat
2) Berikan obat anti
hipertensi: injeksi katapres 1 ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan tablet
katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
3) Diuretika tidak diberikan,
kecuali bila terdapat edema umum, edema paru, dan kegagalan jantung kongestif.
Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul i.v Lasix.
4) Segera setelah pemberian
sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dnegan atau tanpa amniotomi.
Untuk induksi dipakai oksitosi (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus
tetes.
5) Kala II harus dipersingkat
dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu dilarang mengedan.
6) Jangan berikan methergin
postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
7) Jangan berikan methergin
postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
8) Pemberian sulfas
magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis
4gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.
9) Bila ada indikasi
obstetrik dilakukan seksio sesarea.
C.
EKLAMSI
Eklamsi
dalam bahasa Yunani berarti “halilintar”, karena serangan kejang-kejang timbul
tiba-tiba seperti petir.
Pada
ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma.
Menurut saat timbulnya dibagi dalam: (1) eklamsi gravidarum (50%); (2) eklamsi
parturien (40%); (3) eklamsi puerperium (10%).
Angka kejadian eklamsi
bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu negara, tambah tinggi kesadaran
masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal
care, tambah rendah angka kejadian eklamsinya.
Frekuensi
di negara-negara maju 0,05-0,1%
Frekuensi di negara-negara
berkembang 0,3-0,7%
Malaysia (1953 – 1965) – kasus di
rumah sakit:
Frekuensi di rumah sakit 1:320
Frekuensi seluruhnya 1:700
1. Gejala-gejala Eklamsi
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklamsi berat. Serangan eklamsi dibagi dalam 4 tingkat:
a. I Stadium Invasi (awal
atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan
tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau ke kiri.
Stadium ini berlangsung kira-kira 30 detik
b. II Stadium Kejang Tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam; pernafasan terhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.
Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c. III Stadium Kejang Klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang
cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat
tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
d. IV stadium Koma
Lamanya ketidasaran (koma) ini berlangsung selama
beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul
serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
Selama
serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40oC.
2. Komplikasi
a. Lidah tergigit
b. Terjadi perlukaan dan
fraktur
c. Gangguan pernafasan
d. Perdarahan otak
e. Solutio plasenta
f. Merangsang persalinan
3. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi
a. Kematian maternal
Di negara-negara maju kematian maternal lebih rendah,
yaitu sekitar 3 – 15%. Di negara-negara berkembang angka ini lebih tinggi yaitu
sekitar 9,8 – 25,5% (Hardjito dan Martohoedeso, 1970). Kematian maternal
biasanya disebabkan oleh: perdarahan otak (25%), kegagalan jantung-paru (50%),
kegagalan ginjal (10%), infeksi (5%), kegagalan hepar (5%), dan lain-lain (5%).
b. Kematian perinatal (bayi)
Kematian perinatal di negara maju lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara berkmebang. Di negara berkembang dilaporkan
berkisar antara 42,2% - 50%. Sebab kematian bayi terutama adalah hipoksia
intrauterin dan prematuria.
4. Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklamsi, yang terdiri dari:
a. Koma yang lama (prolonged coma)
b. Frekuensi nadi diatas 120
kali per menit
c. Suhu 103oF atau
39,4oC atau lebih
d. Tekanan darah lebih dari
200mmHg
e. Konvulsi lebih dari 10
kali
f. Proteinuria 10 gr atau
lebih
g. Tidak ada edema, edema
menghilang
Bila tidak ada atau hanya
satu kriteria diatas maka eklamsi tergolong ringan; bila dijumpai 2 atau lebih
tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek. Tingginya kematian ibu dan bayi
di negara-negara berkembang disebabkan oleh karena kurang sempurnanya pengawasan
antenatal dan natal; penderita eklamsi sering datang terlambat sehingga
terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasannya pre-eklamsi dan
eklamsi murni, tidak menyebabkan hipertensi menahun.
5. Pencegahan
Mencegah
timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu
mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklamsi
dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk
menurunkannya adalah dengan:
a. Memberikan informasi dan edukasi
kepada masyarakat, bahwa eklamsu bukanlah penyakit kemasukan (magis), seperti
banyak disangka oleh masyarakat awam.
b. Meningkatkan jumlah
poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar semua ibu
hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
c. Pelayanan kebidanan yang
bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tanda
pre-eklamsi dan mengobatinya sedini mungkin.
d. Mengakhiri kehamilan
sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas, apabila setelah dirawat inap
tanda-tanda tidak mengjilang.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ekalmsi
sama dengan pre-eklamsi berat. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya
serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya digunakan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Prinsip
penatalaksanaan:
a. Penderita eklamsi harus
dirawat inap rumah sakit
b. Pengangkutan ke rumah
sakit
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah
serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan, yaitu Pethidin 100mg atau
Luminal 200mg atau Morfin 10mg.
c. Tujuan perawatan di rumah
sakit adalah untuk menghendtikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan
diuresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang tepat dan cepat, serta
untuk melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhi,
dengan memperhitungkan tuanya kehamilan.
d. Sesampainya di rumah
sakit, pertolongan pertama adalah (1) membersihkan dan melapangkan jalan
pernafasan; (2) menghindarkan lidah tergigit; (3) pemberian oksigen; (4)
pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10%, 20%, 40%; (5) menjaga agar jangan
sampai terjadi trauma; serta dipasang kateter tetap (dauer catheter).
e. Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang
tenang, dengan lampu redup (tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan.
Kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu
badan, refleks, dan diuresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekali
sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran dan jumlah kejang yang terjadi.
Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada
umumnya 2 liter dalam 24 jam. Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam
kuantitatif.
f. Regim-regim pengobatan:
1) Regim sufas magnesikus
Injeksi MgSO4 20% dengan dosis 4gr intravena
perlahan-lahan selama 5-10 menit, kemudian disusul dengan suntukan i.m dosis
8gr. Jika tidak ada kontraindikasi, berikan suntikan i.m diteruskan dengan
dosis 4gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24 jam setelah konvulsi
berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi (perhatikan
pernafasan, refleks, dan diuresis). Juga harus tersedia kalsium glukonas
sebagai antidotum.
Kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi
kepekaan syaraf pusat agar dapat mencegah konvulsi; menambah diuresis, kecuali
bila ada anuria; dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.
2) Regim sodium pentotal
Dosis
inisial suntikan intravena perlahan-lahan sodium pentotal 2,5% adalah sebanyak
0,2 – 0,3gr. Dengan infus secara tetes (drips)
tiap 6 jam diberikan:
1gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 10%
½ gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 10%
½ gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 5%
½ gr sodium pentotal dalam 500cc dekstrosa 5%
(selama
24 jam)
Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang
dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya,
dapat menyebabkan henti nafas (apnea).
3) Regim Valium (Diazepam)
Dengan dosis 40mg dalam 500cc glukosa 10% dengan tetesan
30 tetes permenit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10mg dalam infus atau
suntikan i.m; sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
4) Regim litik koktil (Lytic Cocktail)
Ada 2 macam kombinasi obat yaitu:
-
Largactil (100mg) + Phenergan (50mg) + Pethidin (100mg);
-
Pethidin (100mg) + Chlorpromazin (50mg) + Promezathin
(50mg);
Masing-masing dilarutkan
dalam 500cc glukosa 5% dan diberikan secara infus tetes i.v; jumlah tetesan
disesuaikan dengan serangan kejang dan tekanan darah penderita.
5) Regim Stroganoff
I.
Pertama kali Morfin
20mg Subkutan;
II.
½ jam setelah langkah I MgSO4
15% 40cc Subkutan;
III.
2 jam setelah langkah I Morfin
20mg Subkutan;
IV.
5 ½ jam setelah langkah I MgSO4 15% 20-40cc
Subkutan;
V.
11 ½ jam setelah langkah I MgSO4 15% 10cc
Subkutan;
VI.
19 jam setelah langkah I MgSO4
15% 10cc Subkutan.
7. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi
diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1,2 –
2,4 juta satuan.
8. Penanganan obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan,
dilakukan penilaian tentang status obstetrikus penderita: keadaan janin,
keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat
diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk
mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang
aman. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah:
a) Kalau belum inpartu, maka
induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang, dengan atau tanpa
amniotomi.
b) Kala II harus dipersingkat
dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. Bila janin mati dilakukan
embbriotomi.
c) Bila serviks masih
tertutup dan lancip (pada primim), serta kepala janin masih tinggi, atau ada
kesan terdapat disproporsi sefalopelvik, atau ada indikasi obstetrik lainnya;
sebaiknya dilakukan seksio sesarea (bila janin hidup). Anestesi yang dipakai
lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
9. bahaya yang masih tetap mengancam adalah perdarahan postparum, infeksi nifas, atau trauma akibat pertolongan obstetrik.
Daftar Pustaka:
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Jakarta: EGC